KASUS CSR DI PERUSAHAAN
CONTOH KASUS : CSR PT Freeport Indonesia Ditinjau dari Sudut Pandang Etika Bisnis
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbagai aktivitas korporasi membawa dampak yang nyata
terhadap kualitas kehidupan manusia baik itu terhadap individu, masyarakat, dan
seluruh kehidupan. Terjadinya deforestasi, pemanasan global, pencemaran
lingkungan, kemiskinan, kebodohan, penyakit menular, akses hidup dan air
bersih, berlangsung terus-menerus hingga akhirnya muncul konsep tanggung jawab
sosial perusahaan atau CSR.
Dalam
konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai
digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran
buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business
(1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable
development, yakni economic growth, environmental protection, dan social
equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development
(WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga
fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi
belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). (Initiative, 2002).
Dalam
perkembangan selanjutnya ketiga konsep ini menjadi patokan bagi perusahaan
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial yang kita kenal dengan konsep CSR. CSR
merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal
dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan
tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas
masyarakat setempat yang bersifat aktif dan dinamis.
Menurut
Schermerhorn (1993) CSR adalah suatu kepedulian organisasi bisnis untuk
bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi
dan kepentingan publik eksternal.Gagasan CSR menekankan bahwa tanggungjawab
perusahaan bukan lagi mencari profit semata, melainkan juga tanggungjawab
sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, ketergantungan pada kesehatan
keuangan tidaklah menjamin perusahaan akan tumbuh secara berkelanjutan. Program
CSR dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat lokal yang didasarkan pada
kebutuhan ril yang secara dialogis dikomunikasikan dengan masyarakat,
pemerintah, perusahaan, masyarakat dan akademisi
CSR secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan
praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan
ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia
usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan,Corporate
Social Responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karikatif
perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.
Setidaknya
terdapat tiga alasan penting mengapa
perusahaan harus melaksanakan CSR, khususnya terkait dengan perusahaan
ekstraktif (Wibisono: 2007). Pertama,
perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila
perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari
bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan
sosial berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan
sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat
ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul
ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki
hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan
dari masyarakat, setidaknya izin untuk melakukan operasi yang sifatnya
kultural. Wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi
positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan
pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam
atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal
akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural
dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
1.2
Identifikasi Masalah
PT.Freeport
Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya
dimiliki Freeport-MCMoRan Copper & Gold Inc. sebuah perusahaan Amerika
Serikat,PT. Freeport Indonesia merupakan penghasil emas terbesar di dunia
melalui tambang Grasberg. Freport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua
tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari tahun 1967) dan tambang
Grasberg (sejak tahun 1988) di kawasanTembaga Pura, Kabupaten Mimika, Propinsi
Papua.
Freeport
telah berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 milliar dollar AS
pertahun, keberadaannya telah memberikan manfaat langsung dan tidak langsung
Indonesia dimana 33 milliar dollar AS dari tahun 1992 –2004 telah berikan kepada
Pemerintah Indonesia. Menurut New York Times pada Desember 2005, jumlah yang
telah dibayarkan Freport Indonesia kepada pemerintah Indonesia antara tahun1998
– 2004 mencapai hampir 20 milliar dollar AS. Pemerintah Indonesia, masyarakat
Papua dan PT. Freepot telah menyetujui pembaruan kontrak investasi PT. Freeport
di Papua dengan di tanda-tanganinya kontrak investasi untuk 30 tahun yang akan
datang. [1]
Perusahaan
sudah melaksanakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungannya,
ini dibuktikan dengan mempekerjakan orang-orang Papua diarea pertambangan dan
melakukan konservasi terhadap lingkungan. Sebenarnya apabila dilihat dari sudut
pandang perusahaan bahwa investasi yang sangat besar yang dilakukan di tanah
Papua harus menguntungkan dari segi financial untuk jangka panjang karena
terkait dengan kepentingan para pemegang saham perusahaan. Dengan ditanda
tanganinya kontrak artinya semua pihak yang terlibat paham dan mengerti isi
kontrak tersebut, jadi PT. Freeport harus menjalankan kewajibannya terhadap
pemerintah, masyarakat dan lingkungan sesuai dengan isi kontrak tersebut. PT.
Freeport Indonesia telah memberikan kompensasi terhadap masyarakat Papua, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian masyarakat Papua yang lain tidak
mendapatkan ganti rugi. Di sisi lain, pemiskinan juga berlangsung di wilayah
Mimika, yang penghasilannya hanya sekitar $132/tahun, pada tahun 2005.
Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran
Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport,
sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa
hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan
kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan
secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM
Mereka
yang tidak memperoleh kompensasi dengan didukung oleh pihak-pihak yang menolak
keberadaan PT Freeport Indonesia dan atau mereka yang mencari keuntungan
pribadi, selalu berusaha untuk mengganggu kegiatan opersional perusahaan baik
melalui media massa maupun dengan melakukan penyerangan langsung ke area
pertambangan, sehingga banyak karyawannya yang tidak bersalah telah menjadi
korban penyerangan tersebut
sumber:
https://agungdema.wordpress.com/2014/10/19/corporate-social-responsibility-csr-pt-freeport-indonesia-ditinjau-dari-sudut-pandang-etika-bisnis/
http://ndahmawarni.blogspot.co.id/2015/11/contoh-kasus-csr-pt-freeport-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar